Jumat, 17 April 2009

teater-Gandrik


Keluarga-Tot

Jagad-Kahiyangan~POST. Teater-Gandrik mementaskan lakon komedi 'Keluarga-Tot' di Jakarta (TIM, 17-20 April 2009) dan Yogyakarta (Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, 29-30 April 2009). Inilah wawancara dengan Butet Kartaredjasa seputar lakon dan pementasan itu, dan lima alasan kenapa kita harus menonton pertunjukan ini.

- Gandrik sepertinya memang 'hidup lagi', maksudnya ada energi yang membuat Gandrik jadi produktif setelah pementasan 'Sidang Susila' kemarin. Ini bila dibandingkan periode sebelumnya, dimana setelah pentas Gandrik butuh jeda yang panjang untuk pentas kembali. Kira-kira apa yang menyebabkan?

Butet:
Saya selalu mengharapkan pementasan Gandrik harus diawali adanya dorongan 'kebutuhan bersama'. Bukan kebutuhan orang per orang. Bahwa nyatanya, teman-teman Gandrik -- yang tua dan yg muda -- menunjukkan gairah untuk berproduksi after 'Sidang-Susila', harus saya yakini bahwa semuanya itu disebabkan adanya 'kebutuhan bersama' itu. Entah apa itu. Mungkin macem-macem motifnya. Mungkin ada yang motifnya menemukan kembali kegembiraan kreatif ala Gandrik, ada yg memaknai sebagai terapi kesehatan, ada yang meyakini teater sebagai ikhtiar mengartikulasikan pikiran, ada yg bermaksud melakukan pengembaraan artistik, ada yg berniat mengenal dan mempelajari estetika Gandrik, ada yang ingin menguji kemampuan keaktoran, juga barangkali ada yang ingin berbagi pengalaman untuk sebuah proses regenerasi.
Yang pasti, kesemuanya itu bisa diartikan sebagai 'kebutuhan bersama', sehingga semua bisa memberikan dedikasi secara ikhhlas terhadap proses penciptaan. Penciptaan kolektif dimana semuanya berlomba untuk memberikan kontribusi kreativitas.

- Bisa diceritakan sedikit tentang lakon 'Keluarga-Tot' ini? Setidaknya kenapa Gandrik merasa tertarik untuk mementaskannya.

Butet:
Salah satu kritik yang kerap dilontarkan kepada Gandrik adalah dominasi pada guyonan verbalnya, sehingga terkadang cenderung mengabaikan sastra lakon. Padahal ada kekuatan dalam sastra lakon yang juga menarik untuk dieksplorasi secara serius, dan itu ditemui dalam Keluarga Tot. Setidaknya, dengan mementaskan lakon ini, akan menjadi semacam tantangan bagi Gandrik, untuk mendapatkan pengalaman baru dalam penjelajahan penciptaan tontonan komedi sebagaimana selama ini digumuli. Pasti akan unik jika Gandrik menjajal berjenaka-ria dengan disiplin yang berbeda. Menurut saya, pertemuan antara tradisi teater realis yang musti cermat dengan sastra lakon yg juga kuat, dengan tradisi gojekan Gandrik yang selalu ber-'guyon parikeno' -- akan menghasilkan sesuatu yang menarik. Baik bagi penontonnya, dan terutama bagi para pelakonnya.

- Mengingat ini adalah lakon 'asing', lakon yang ditulis oleh orang di luar komunitas Gandrik, apa yang menarik dari proses ini. Setidaknya apakah proses itu kemudian juga memperkaya dramaturgi Gandrik?

Butet:
Bener banget. Dengan bahan baku (naskah) yang tak lazim dalam tradisi Gandrik, dan komitmen untuk 'bersetia' pada sastra lakonnya, -- pastilah akan memperkaya pengalaman Gandrik. Minimalnya, para aktornya akan mencicipi model guyonan yang lain. Dan semakin menyadari bahwa pertunjukan teater bukan sekadar bentuk pemanggungan kritik verbal, bukan hanya untuk memanen tawa, bukan cuma pameran keindahan seni peran -- tapi juga penghormatan terhadap teks sastra dan pencermatan kepada karakter yang dilakonkan. Kalau pun ada tawa atau kelucuan, itu adalah karena situasi dan karakter-karakternya. Mudah-mudahan ini juga menjadi kesadaran atas 'kebutuhan bersama' untuk terus membuat Gandrik dinamis itu.

- Anda menyebut soal adanya 'kebutuhan bersama' setiap Gandrik manggung, tapi pada sisi lain juga ada penghayatan yang berbeda dalam prosesnya. Ini memperlihatkan bahwa Gandrik sesungguhnya tidak homogen, tapi ada banyak personil dengan orientasi yang tak sama. Mungkin ini yang menarik untuk diketahui publik; bagaimana gandrik mengelola heterogenitas di dalamnya, terutama saat proses...

Butet:
Perbedaan orientasi dan motivasi dari para personelnya bukannya tak disadari. Justru karena disadari, maka berproses di Gandrik akhirnya bukan semata-mata belajar hal-hal yang bersifat artistik, tetapi juga belajar kesabaran...hua ha ha... Kerennya, belajar berdemokrasi, meskipun itu terkadang melelahkan dan menjadi tidak efisien. Kesadaran menghilangkan otoritas 'sutradara' atau 'penguasa-tunggal', dan menggantinya dengan partisipasi banyak orang serta memperkuat fungsi traffic, mungkin merupakan salah satu upaya untuk menjaga heterogenitas itu. Ini dalam konteks proses kreatif. Hal lain, di sektor organisasi, barangkali adanya kesadaran berkesenian secara lebih rileks, tidak mbentoyong, transparansi dalam semua hal, dan tetap menjadikan guyonan sebagai semangat pergaulan.
Mungkin yang perlu diketahui, sekarang ini pimpinan Gandrik bukan saya lagi. Tapi Heru Kesawa Murti. Ini keputusan rapat awal tahun 2009. Jadi kekuasaan diupayakan beredar. Meskipun ganti pimpinan, harapannya, hal ini tidak mengganggu proses kreatif. Karena kepemimpinan itu lebih disebabkan kebutuhkan sebuah organisasi.

- Mumpung sekarang lagi anget soal Pemilu yang katanya adalah proses demokrasi. Mungkinkah, apa yang terjadi dalam Gandrik itu bisa dijadikan semacam model pembelajaran bagi proses demokrasi?

Butet:
Jelas, sangat mungkin diadopsi. Terutama kesadaran untuk selalu men-tertawakan setiap kecenderungan megalomania. Jika dalam Pemilu kita melihat banyak caleg yg ge-er merasa dirinya penting, megaloman abis, dalam tradisi Gandrik yang begituan pasti akan jadi obyek guyonan. Berdemokrasi bukanlah ngotot dan ambisi untuk jadi penguasa, melainkan kesediaan untuk bersabar, belajar mendengar, dan bekerja keras dalam kolektivitas secara ikhlas.

- Lumayan sedikit kelompok teater yang berumur panjang. bagaimana kemampuan Gandrik dalam mengupayakan memperpanjang umurnya?

Butet:
Merawat atmosfer kreatif dalam semangat kejenakaan, dan melakukan kegiatan secara produktif. Dan itu tak harus berupa pementasan. Heru Kesawa, misalnya, mulai menggagas bikin kelas pelatihan seni peran untuk publik, semacam jual jasa pelatihan. Melihat perkembangan terakhir interaksi Gandrik-tua dengan Gandrik-muda, saya optimis transformasi 'roh' Gandrik bisa berlangsung dengan baik. Soalnya, berteater di Gandrik bukan sekadar akting dan pencapaian artistik, tetapi juga dihidupi oleh 'roh' itu. Aku nggak tahu apa rumusan tentang 'roh' itu. Mungkin semacam spirit teater rakyat: penuh spontanitas dan harus tangkas dalam situasi apa pun. Baik untuk perkara panggung maupun organisasi.

- Nah, sekarang langsung ke pementasan Keluarga Tot. Tolong sebutkan, minimal 3 saja alasan, kenapa pementasan ini menarik untuk ditonton?

Butet:
Pertama, ini lakon realis yang kuat dan kocak, dimainkan oleh Gandrik yang juga rombongan orang-orang kocak. Ini sebuah model guyonan baru bagi Gandrik.
Kedua, penonton bakal melihat keunikan bagaimana Gandrik mencoba membenturkan dua kultur: Jawa dan Hongaria.
Ketiga, ini penting untuk penonton, supaya mereka tetap waspada terhadap ancaman pemaksaan hegemoni dari kekuatan-kekuatan tertentu yang selalu berulang. Kalau boleh menambahkan,
Keempat: pertunjukan ini bisa menjadi terapi yang menyehatkan pikiran bagi para caleg yang gagal, agar tidak menjadi penghuni permanen Rumah Sakit Jiwa.
Kelima, bagi caleg yang yakin kepilih, menonton pertunjukan ini akan memberikan keseimbangan jiwa pula, agar tetap bisa menjaga akal sehat ketika mengemban amanah rakyat. Nah, cukup lima saja, biar klop kayak Pancasila.


(sumber; Agus-Noor)

'MUSTIKA-DEWANDARU'

MUSTIKA-DEWANDARU

Jagad-Kahiyangan~POST. Kethoprak-Jenaka yang mengambil cerita 'MUSTIKA- DEWANDARU' akan digelar hari senin, 20 April 2009 jam 19.00-22.00 wib di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).
Pentas ini didedikasikan sebagai wujud kesetiakawanan dan penghormatan dari Himpunan Seniman Panggung Wayang Orang, Kethoprak dan Komedian kepada almarhum bapak Timbul Suhardi.


_____________________________________________________________________
(sumber; Warwoto-Kawer)~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Senin, 13 April 2009

Ratna-Sarumpaet

Naskah Drama
MARSINAH-MENGGUGAT-1
dan
MARSINAH-MENGGUGAT-2


Marsinah seorang perempuan muda, usia 24 tahun, seorang buruh kecil dari sebuah pabrik arloji di Porong--Jawa-Timur--tanggal 9 Mei 1993 ditemukan mati terbunuh di hutan jati di Madiun. Dari hasil pemeriksaan otopsi, diketahui kematian perempuan malang ini didahului penjarahan keji, penganiayaan dan pemerkosaan dengan menggunakan benda tajam.

Kasus kematian perempuan ini kemudian ramai dibicarakan. Banyak hal terjadi. Ada keprihatinan yang tinggi yang melahirkan berbagai penghargaan. Tapi pada saat bersamaan berbagai pelecehan juga terjadi dalam proses mengungkap siapa pembunuhnya.

Setelah melalui proses yang amat panjang dan tak membuahkan apa-apa, kasus untuk jangka waktu cukup panjang, dan sekarang., setelah marsinah sebenarnya sudah mengikhlaskan kematiannya menjadi kematian yang sia-sia, tiba-tiba saja kasus ini diangkat kembali. Mendengar hal itu marsinah sangat terganggu, dan memutuskan untuk menengok sebentar ke alam kehidupan, tepatnya, pada sebuah acara peluncuran sebuah buku yang di tulis berdasarkan kematiannya.

Inilah untuk pertama kalinya marsinah mengunjungi alam kehidupan. Kawan-kawan senasib di alam kubur tampaknya keberatan. Dan dari situlah monolog ini dimulai.

(meet-Me....?)......................................................................................

DOWNLOAD NASKAH SELENGKAPNYA

teater~KOMA~Tanda-Cinta

teater-KOMA

Jagad-Kahiyangan~POST. teater-KOMA akan menggelar lakon berjudul "Tanda-Cinta" (Metaphore of Love).
Lakon ini menyodorkan sebuah pertanyaan mendasar; "Masih Adakah Cinta di Antara Kita?" Pertanyaan itu bisa bersifat personal, tapi bisa juga merupakan pertanyaan laten dari kita semua. Jika ‘tiada lagi cinta di antara kita’, maka ‘masa-masa gelap’ mungkin masih lama, dan kehadiran orang lain tak lagi punya arti.

Pertanyaan yang nampaknya sederhana ini, menjadi penting dan bermakna.

"Tanda-Cinta" dikemas dalam durasi 90 menit -- sebuah persembahan alit, bersumber dari cinta.

Lakon yang merupakan pentas ulang
setelah sebelumnya -- tahun 2005 -- dipentaskan di GKJ Pasar-Baru ini akan digelar dari tanggal 15 Mei s/d 24 Mei 2009 di Komunitas Salihara No. 16 Pasar Minggu Jakarta dan akan dimainkan oleh Ratna-Riantiarno dan Nano-Riantiarno.

(selengkapnya).................................................................................................................



Sabtu, 11 April 2009

CATATAN BENGKEL SASTRA DRAMA
2004 – 2006.
Oleh Rudolf Puspa

Setelah melewati masa paceklik teater sepanjang pemerintahan orde baru; datanglah kepercayaan dari pusat bahasa kepada kami untuk memberikan pelatihan teater bagi siswa pada bulan bahasa di Jakarta. Kegiatann ini berawal tahun 1999 yang kami sambut bagai mendapatkan durian jatuh. Kenikmatan yang mencerahkan untuk keluar dari masa paceklik teater. Kami memulai bertiga yaitu Hj.Ir.Dery Syrna, Aspar Paturusi dan Rudolf Puspa. Dari hasil kegiatan selama 4 tahun telah melahirkan “teater guru” yang setelah dua tahun kami mendapat kepercayaan sebagai pelatih selanjutnya hingga kini kurang berjalan sebagaimana mestinya. Selanjutnya sejak th.2004 kami mendapat kepercayaan untuk memberikan pelatihan teater ke daerah daerah. Hingga tahun 2007 saat laporan ini kami susun, telah 25 kali bengkel sastra drama diadakan di daerah di luar pulau Jawa. Dengan ini kami sampaikan catatan mengenai kegiatan tersebut.